Surat Dari Karen

Di Indonesia, yang namanya legalitas itu tidak sering atau bahkan tidak pernah dibahas. Karena, sudah jadi rahasia umum kalau hampir semua lapisan masyarakat menggunakan produk yang tidak legal. Karena itulah mereka semua memutuskan untuk saling tutup mulut dan tidak mengungkit-ungkit masalah tersebut. Bahkan penegak hukumpun sepertinya melakukan praktek yang sama.


Tapi tentunya ada pengecualian. Pengecualian itu adalah jika ada yang membayar/meminta dengan tambahan biaya untuk melakukan inspeksi dadakan.




Hanya saja yang seperti itu adalah minoritas. Entah harus bersukur atau kecewa, di sini tidak ada yang akan mempermasalahkan tentang penggunaan free software. Kalau komplain mungkin ada, tapi kalau terang-terangan protes pada seseorang saya sendiri tidak pernah melihat maupun merasakannya.


Lagipula orang Indonesia itu punya rasa toleransi sangat tinggi jika sudah mengungkit masalah hukum. Mau tidak mau saya sendiri harus mengakui, hampir semua orang yang pernah saya temui kalau apapun yang berhubungan dengan pemerintah itu merepotkan. Apalagi aparat.


Topik yang akan saya bahas kali ini bukanlah masalah hukum dan sebagainya. Yang ingin saya sampaikan dengan post ini adalah kenyataan kalau ada orang yang lebih susah daripada saya dan kalian dalam menggunakan dan menyebarkan apa yang namanya free software.


Seberapa sulit? Sesulit orang yang tidak bersalah tapi di pengadilan dia tidak punya pengacara untuk membelanya.




Dari tadi sebenarnya apa yang saya bicarakan? Ok! akan saya mulai sekarang pembahasannya.


Apa kalian tahu Reglue?


Reglue itu gampangnya adalah organisasi amal, atau kalau di Indonesianya mungkin LSM yang membantu anak-anak tidak mampu untuk bisa punya komputer. Mereka me-recycle komputer yang sudah tidak dipakai lagi/sumbangan suka rela dari siapapun, membuatnya bisa dipakai lagi, lalu menghidupkannya dengan berbagai macam free software. Yang tentunya adalah Linux dan kawan-kawan.




Yang perlu tambahan informasi silahkan ke reglue.org. Webnya seperti di bawah ini.


Relogue.png


Apa yang mereka lakukan bukan hanya hanya berhenti di situ saja, tapi mereka juga memberikan pendidikan tentang komputer yang mengajarkan A WORLD BEYOND WINDOWS. Sesuatu yang saya rasa sulit ditemukan di sekolah manapun.


Membantu anak yang kurang mampu untuk memiliki komputernya sendiri.
Memberikan mereka pengetahuan tentang komputer.
Meluaskan pandangan mereka.
Mempromosikan free software.
Dan mengajarkan kebebasan.


Benar-benar sekali lempar batu lima, enam burung langsung klepek-klepek.


Untuk kita yang sudah sudah kenal dengan free software dan berteman dengannya, apa yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang baik. Secara moral, ekonomi, maupun sosial. Tapi sayangnya, tidak semua orang kenal dengan Free software dan menganggapnya sebagai bentuk tindakan kriminal.


Saya serius. Kriminal. Penjahat. Tahu kan? orang yang berbuat buruk. Dan sample di bawah hanyalah salah satunya saja. Masih banyak kasus serupa yang dialami oleh teman-teman kita di luar sana. Di tempat yang seharusnya punya taraf ekonomi dan intelegensi di atas tempat kita berada.


Ini adalah potongan surat yang diterima oleh Ken Starks. Penggagas dan pendiri Reglue.


"...observed one of my students with a group of other children gathered around his laptop. Upon looking at his computer, I saw he was giving a demonstration of some sort. The student was showing the ability of the laptop and handing out Linux disks. After confiscating the disks I called a confrence with the student and that is how I came to discover you and your organization. Mr. Starks, I am sure you strongly believe in what you are doing but I cannot either support your efforts or allow them to happen in my classroom. At this point, I am not sure what you are doing is legal. No software is free and spreading that misconception is harmful. These children look up to adults for guidance and discipline. I will research this as time allows and I want to assure you, if you are doing anything illegal, I will pursue charges as the law allows. Mr. Starks, I along with many others tried Linux during college and I assure you, the claims you make are grossly over-stated and hinge on falsehoods. I admire your attempts in getting computers in the hands of disadvantaged people but putting linux on these machines is holding our kids back.


This is a world where Windows runs on virtually every computer and putting on a carnival show for an operating system is not helping these children at all. I am sure if you contacted Microsoft, they would be more than happy to supply you with copies of an older verison of Windows and that way, your computers would actually be of service to those receiving them..."


Karen xxxxxxxxx
xxxxxxxxx Middle School
AISD


Dan dari komentar yang ada di bawah-bawahnya sepertinya yang seperti ini adalah normal di dunia sebelah sana. Sesuatu yang benar-benar ironis, mengingat kalau negara mereka adalah negara yang kemajuan teknologinya sangat pesat tapi orang-orangnya masih punya pikiran lama.




Komentar saya itu UWAAAAAHhhh……. postnya sendiri sudah sangat lama. Tapi saya sendiri yakin kalau orang seperti Karen ini masih ada. Masih banyak lebih tepatnya.




Saya mau bilang kalau BAGAIMANA ORANG SEPERTINYA BISA JADI GURU? tapi saya menahan diri sebab kenyataannya orang yang sepertinya itu ada banyak sekali. Sepertinya guru/dosen yang dunianya sangat kecil bukan cuma ada di Indonesia.


Apa yang salah dari surat di atas? kalau saya bilang semuanya. Tapi saya akan pilihkan beberapa saja.


Hal yang membuat saya sangat miris adalah kenyataan kalau yang menulis surat ini adalah guru. Guru itu memang profesi, tapi sebelum kata profesi harusnya ada kata lain yang harus diingat terlebih dahulu ketika seseorang mendengar kata guru.


Pendidik. Dan tindakannya sama sekali tidak kelihatan mendidik. Sebab dia tidak membiarkan seorang murid belajar sesuatu yang tidak diajarkan oleh sekolah. Meski hal itu adalah hal baik.


I saw he was giving a demonstration of some sort. The student was showing the ability of the laptop and handing out Linux disks.


Si murid sendiri tidak melakukan hal yang merugikan. Mungkin kalau dia melakukannya saat sedang dalam pelajaran akan normal kalau si Karen itu marah dan langsung menyita CD yang diberikan si murid. Hanya saja tindakannya ini agak, terlalu berlebihan.


Mereka itu sedang belajar dan dia langsung menghentikannya dan menyita barang pribadinya. Setelah itu dia diintrogasi layaknya seorang kurir narkoba. Kejadian aslinya sendiri jelas saya tidak tahu, tapi dari tulisannya image yang saya dapatkan adalah seperti itu.


Setelah itu si Karen entah kenapa dengan sengaja menunjukan kebodohannya. Dia jadi guru jadi pastinya dia itu pintar, yang saya maksud dengan kebodohan di sini adalah kebodohan yang sesungguhnya. Persis seperti anak kecil yang hanya bisa asal ngomong.


Dia membicarakan hal yang bahkan dia sendiri tidak tahu dan tidak mau tahu.


At this point, I am not sure what you are doing is legal. No software is free and spreading that misconception is harmful. These children look up to adults for guidance and discipline. I will research this as time allows and I want to assure you, if you are doing anything illegal, I will pursue charges as the law allows.


Pertama, si Karen ini kurang pengetahuan dan bahkan tidak tahu kalau linux itu FREE. Kedua si Karen ini sok tahu padahal tidak tahu apa-apa dan dengan percaya dirinya bilang TIDAK ADA SOFTWARE YANG BEBAS/GRATIS. Yang ketiga si Karen ini rasa percaya dirinya ketinggian meski pengetahuannya cuma sampe di jendela.


Dan yang terakhir, si Karen ini benar-benar agresif sampai dia serius mau mengancam seseorang hanya karena dia mengajari komputer pada anak kecil.


Selain itu si Karen ini juga dengan bangganya menunjukan pengetahuan kadaluarsanya pada orang yang jauh lebih ahli darinya.




Mr. Starks, I along with many others tried Linux during college and I assure you, the claims you make are grossly over-stated and hinge on falsehoods.


Jika dia pernah benar-benar menggunakan linux, mungkin dia menggunakannya saat tahun 98 ke bawah dan tidak pernah mencobvanya lagi. Kalau dia memang pernah benar-benar menggunakannya dan bukan hanya melihat orang memakainya.


I admire your attempts in getting computers in the hands of disadvantaged people but putting linux on these machines is holding our kids back.


Tapi setidaknya orang ini jujur, hanya saja kejujurannya terlalu dipaksakan. Tidak mungkin menginstal linux di laptop murid-muridnya akan membuat mereka jadi bodoh. Malah sebaliknya.


Si Karen ini, seperti yang sudah saya katakan hidup di dunia yang sangat kecil. Dunia yang hanya ada Microsoft Windows dan Microsoft Office. Oleh sebab itulah si Karen ini tidak pernah menghitung Server dan Embedded device.


This is a world where Windows runs on virtually every computer and putting on a carnival show for an operating system is not helping these children at all.


Dan tolong jangan percaya juga kalau mempelajari linux itu tidak ada gunanya. 70% lebih server dan data center menggunakan linux dan free software lain. Serta 90% smartphone menggunakan kernel linux. Kemudian dari survey, ternyata 70% perusahaan yang membutuhkan administrator linux tidak pernah kebagian jatah pekerja sebab mereka itu komoditas yang sangat MOST WANTED. Setidaknya di EU dan AS.


Oh. .  hampir lupa. Si Karena ini punya selera humor yang bagus. Terbukti dari tulisan di bawah.


I am sure if you contacted Microsoft, they would be more than happy to supply you with copies of an older verison of Windows and that way, your computers would actually be of service to those receiving them..."


Semoga saja dia tidak serius kalau hal semacam itu bisa dengan susah didapat. Apalagi dengan mudah.


Menurut kalian, apa penyebab sampai-sampai masih ada orang sepertinya sampai sekarang?

Komentar